Sekitar tahun 1920 – 1940 M, pada saat Bandrong dipimpin oleh Guru
Besar Ki Marip, datang seorang tokoh persilatan Betawi dari Cempaka
Putih Jakarta ke pesisir Pulokali Bojonegara, yang bernama Hilmi, yang
populer disebut Bang Imi. Kedatangannya untuk bersilaturahmi dan ingin
menambah wawasan dan pengetahuan di bidang persilatan Banten. Bang Imi
adalah pesilat yang menguasai silat Kwitang Betawi. Dalam perkenalannya
Ki Marip dan Bang Imi bertukar jurus dalam sebuah pertarungan silat. Dan
hanya dalam beberapa langkah Bang Imi dapat dijatuhkan oleh Ki Marip.
Dari peristiwa inilah ahirnya Ki Marip dan Bang Imi menjalin
persahabatan erat yang pada masa mendatang mempengaruhi aliran Bandrong
dengan variasi dan pendalaman jurusnya karena ada unsur silat Kwitang
Betawi yang menambah wacana seni yang berbeda. Masuknya unsur-unsur dari
aliran silat lain seperti Cimande, Beksi, Kung Fu, Merpati Putih, dll
juga menambah kekayaan jurus dan gerak dari aliran Bandrong.
Dari kedua guru besar itu perguruan silat Bandrong berkembang di
seputar Bojoneagara, Cilegon, dan Lampung. Terdapat sekitar 30 padepokan
silat Bandrong yang tersebar di ketiga daerah tersebut. Masing-masing
padepokan mempunyai nama yang berbeda satu dengan yang lain. Tapi tetap
mereka berasal dari aliran yang sama yaitu silat Bandrong. Sebut saja
beberapa nama seperti Bandrong Sapu Jagat, Bandrong Banteng Malang,
Bandrong Jalak Emas, dll. Semua perguruan memakai nama Bandrong didepan
nama padepokannya karena mereka berasal dari aliran yang sama. Hanya
penambahan gerak dan variasi dari unsur silat betawi dan aliran silat
lain membedakan satu padepokan dengan padepokan yang lain.
Murid dan anggota Silat Bandrong tersebar di berbagai daerah tapi
tidak terorganisir dengan baik. Hal ini menimbulkan keprihatinan dari
para sesepuh dan keluarga besar Bandrong. Atraksi dan seni Bandrong
dikenal luas sampai manca negara tapi tetap bagaikan organisasi tanpa
bentuk, terkenal dan populer tapi tidak jelas siapa yang bertanggung
jawab. Menyadari akan hal ini dan didorong oleh semangat untuk
mengangkat jati diri dan kiprah Perguruan Pencak Silat Bandrong,
beberapa tokoh persilatan Bandrong pada tahun 2001 mengadakan musyawarah
secara maraton yang menghasilkan suatu kesepakatan dan kebulatan tekad
“Perguruan Pencak Silat Bandrong harus bangkit kembali.”
Dalam rangka menggali dan melestarikan budaya leluhur Banten, Pencak
Silat Bandrong melakukan upaya-upaya pelestarian melalui kegiatan
reorganisasi dan pemberdayaan kader-kader Perguruan Pencak Silat
Bandrong secara modern dan profesional. Sehingga seni beladiri Bandrong
dapat terus mentransformasikan diri dalam dinamika perkembangan jaman.
Dan senantiasa memegang teguh amanat leluhur tanpa harus kehilangan
jatidiri sebagai pendekar Bandrong.
Setelah berabad-abad dilupakan orang yang bisa dibilang hidup enggan
mati tak mau, banyak para tokoh yang merencanangkan perubahan untuk
bangkit, berdiri dan bergerak. Dengan dikawal oleh tim sebelas yang
terdiri dari sebelas orang tokoh-tokoh Bandrong yang tergabung dalam tim
formatur, ahirnya pada bulan Januari 2001 terbentuklah Dewan Pimpinan
Pusat Perguruan Pencak Silat Bandrong Periode Deklarasi dan Kebangkitan
secara lengkap dengan susunan pengurusnya. Bertempat di Pulokali
Bojonegara menetapkan Drs KH Mansyur Muhyidin sebagai Ketua Umum dan A
Rafei Sanid sebagai Sekertaris Umum untuk periode 2001 – 2005.
No comments:
Post a Comment
Jika anda ingin berkomentar , berkomentarlah dengan bahasa yang sopan tidak diperkenankan dengan bahasa kasar dan jika saya ada kesalahan pada blog tolong sampaikan